Thursday, January 15, 2009

Supir saya

Oleh: Ust.Yusuf Mansyur

Kita tidak mengenal Allah. Itu yang menyebabkan kita tidak menyambut
kedatangan-Nya. tidak di shalat fardhu, dan lebih tidak lagi di shalattahajjud.
Beruntunglah orang-orang yang tahu bahwa Allah itu selalu datang. Datang dengan
segala karunia-Nya, datang dengan segala pertolongan- Nya. Untuk kemudahan
berkendaraan, Allah karuniakan saya supir.

Saya tidak menganggap supir saya ini lebih rendah dari saya. Malah
saya
seringkali membesarkan hatinya, bahwa kemana saya ceramah, maka dia dapet juga
pahala kebaikannya. Asal dia mau membaca basmallah dan berdoa agar amalan
ceramah saya, pun ia dapatkan. Namun, ketika saya tidak mendapati supir saya
tepat waktu, tidak kurang sayapun suka terbersit rasa kesal. "Bagaimana
sih? Udah tahu mau jalan, koqmalah ga ada?" begitu saya berpikir. Di satu
waktu, saya memberitahu supir saya, agar dia standby langsung didepan lobi satu
tempat, sebab sudah akan jalan lagi ke tempat yang lain. Dan saya sudah
wanti-wanti dengan sangat. Yang demikian itu, agar tidak jadi hambatan bagi
perjalanan saya. Tapi rupanya dia tidak mengindahkan. Begitusaya keluar, dia
tidak ada. Begitu saya telpon, katanya sedang ngantar saudara saya ke depan
jalan utama, mencari taksi. Saya marah, namun, bersabar rasanya lebih baik.
Karena saya tidak bisa menunggu lebih lama, saya bilang sama dia, saya naik
taksi saja
juga dah. Dan dia saya suruh pulang. Ada suara bersalah di ujung
seberang HP sana. Namun saya tidak mau berlama-lama lagi. Saya tutup telponnya
dan saya segera mencari taxi. Sebelum taxi yang saya pesan, sampe, supir saya
sudah datang dan meminta maaf.

Sekarang saya sadar, bahwa selama ini sayapun sering mengecewakan Allah, Tuhan
saya yang sudah demikian baik kepada saya, kepada keluarga saya, kepada semua
manusia. Dan sekarang saya membiarkan Allah menunggu saya...Saya tidak dapat
membayangkan, andai yang mengucapkan kalimat: "Tunggu ya Pak!", adalah
supir saya. Ya, ketika saya perlu dia, dia lalu mengatakan itu. Lebih konyol
lagi kalo dia bilang, Pak, kalo ga sabar, silahkan saja naik taxi ya. Saya makan
dulu... (???!!!). Wuih, saya tidak dapat membayangkan, apa yang saya akan
lakukan terhadap supir saya itu. Lebih lagi saya tidak mampu membayangkan jika
saya lah yang menjadi supir buat majikan saya. Saya harus
selalu standby buat
majikan saya. Lalu kenapa kita tidak pernah siap siaga untuk Allah, Tuhan kita?

Disebut siap siaga bila kita selalu stel panca indera kita. Kita, menjadi
weker, atau alarm, untuk diri kita sendiri. Selalu waspada setiap waktu shalat
datang. Syukur-syukur bila kita mau menjaga wudhu kita. Jadi, gaperlu mengantri
ketika saat shalat datang. Makin cepat kita datang kepada Allah, rasanya hidup
kita akan didahulukan ketimbang orang-orang yang selalu telat datangnya. Makin
kita bergegas menuju Allah, menyambut Allah, doa-doakita pun akan semakin cepat
dikabul, masalah-masalah kalau datang cepatselesainya, hajat kalau ada bisa
Allah segerakan pencapaiannya. Tapi apa boleh buat.

Selama ini kita menyadari bahwa sama yang namanya shalat, kita jarang
mementingkannya. Romantisme Bertauhid Allah, Yang Maha Perkasa, selalu
mendatangi kita. Disambut tidak disambut,dilayani tidak dilayani, dengan
Kasih
Sayang-Nya, DIA selalu hadir dikehidupan kita. Lantaran tidak mengenal-Nya, kita
lalu menjadi manusia-manusia yang kehilangan momen berharga bertemu dengan
Pemilik Dunia ini. Subhaanallaah.

Masih seputar supir saya, alangkah manisnya bila kemudian ketika saya keluar
dari satu tempat, dia sudah standby dengan mobil yang AC nya sudah dingin
menyebar ke seluruh kabin mobil. Lebih lega lagi saya kalau kemudian mobil itu
bersih luar dalem dan wangi. Tambah bangga saya, kalau kemudian ia turun dari
mobilnya, lalu dengan sopannya membukakan pintu mobil untuk saya. Saya seperti
raja, he he he. Tapi ya, sehari-hari saya tidak demikian. Inikan cerita
"alangkah manisnya". Bukan yang sebenarnya. Tapi logika ini mau
dipakai untuk menunjukkan kesiapan kita dan kesopanan kita terhadap
Allah.Ternyata, jauh sekali dari yang semestinya.

Mestinya, jangan Allah yang menunggu kita. Tapi kita yang menyambut
kedatangan
Allah. Kita sudah siap siaga sebelum datangnya waktu shalat. Kita sudah siap
siaga sebelum muadzdzin mengumandangkan azannya. Bagi yang mengingat masa-masa
pergi haji atau umrahnya, koq bisa ya kalo ditanah suci kita melangkahkan kaki
kita ke masjid, jauh sebelum azan? Bahkan ada yang tidak beranjak dari masjidil
haram atau masjidin nabawi, memilih untuk menunggu datangnya waktu shalat yang
lain. Coba diprogram hidup kita, dengan menyetel ulang jadwal ibadah kita. Mari
kita sambut Allah. Jangan biarkan lagi kita yang ditunggu Allah. Syukur-syukur
kita mau menyambut Allah dengan pakaian yang lebih bagus ketimbang kita menemui
manusia. Kalaupun tidak, siapkan wewangian khusus untuk menyambut Allah yang
kita pakai hanya ketika menghadap-Nya. Kita kemudian tegakkan shalat-shalat
sunnah. Kita datang sebelum waktu azan...Duh, indahnya...Saya kadang suka iseng
membayangkan, Allah turun dengan Malaikat-Malaikat
Pengiring-Nya. Allah memasuki
masjid dengan Anggun-Nya, penuh Wibawa, penuh Pesona. Lalu saya menoleh ketika
Allah datang, lantaran saya sudah di dalammasjid duluan. Lalu Allah tersenyum
kepada saya dan saya katakan, saya sudahdi sini ya Allah. Saya sudah di
sini.
Begitulah. Asli. Candaan iseng, bayangan iseng ini, senang sekali
saya
bayangkan. Sehingga hati ini senang betul mengambil air wudhu untuk tajdiidul
wudhu (memperbaharui wudhu). Saya ingin Pencipta saya senang bahwa saya
betul-betul mengabdi pada-Nya. Saya belum mampu mengabdi banyak, ya dengan cara
beginilah dulu. Tampil di muka ketika shalat. Subhaanallaah.

Begitu pun ketika masa shalat tahajjud. Ketika saya terbangun, saya bayangkan
bahwa Allah yang membangunkan saya. DIA berada di samping saya,dan membangunkan
saya dengan penuh Kelembutan dan Kasih Sayang-Nya. MasyaAllah. Bertentangan
tentu memvisualkan hal-hal seperti ini. Tapi inilah saya. Romantisme
bertauhid
dengan Allah menjadi sangat nyata buat saya.

Ketika saya pedengerkan keluhan saya, saya bercerita kepada yang melebihi
sahabat dekat saya. Saya perdengarkan keluhan-keluhan saya tentang
kejadian-kejadian hidup yang saya lewati, detail, pelan-pelan. Pakai bahasa
sehari-hari dengan tetap memperhatikan kesantunan, adab, kesopanan layaknya saya
bicara dengan Tuhan Pemilik Alam ini. Tapi ya itu, visualisasi bahwa saya sedang
bercengkrama dengan-Nya, saya usahakan betul, agar Allah hadir di hati saya.
Dalam suasana sentimentil, misalnya sedang marah, sedang kecewa, sedang sangat
senang, atau sedang sangat sedih, biasanya manusia sanggup bercengkerama dengan
Allah. Rahasianya barangkali karena hatinya dihadirkan untuk berdioalog dengan
Allah. Semoga kita bisa senantiasa menyambut Allah dan bermesra-mesraan
dengan-Nya. Kendalikan perasaan dengan memprogramnya. Sehingga kapanpun,
romantisme bertauhid bisa
senantiasa kita rasakan. Kepada-Nya lah semua urusan
dikembalikan. Kita berdoa terus agar Allah berkenan memperkenalkan diri-Nya
kepada kita dan kita bisa mengenal-Nya.Amin.


"Positive minds brings you positive life"

No comments: